Tak sedikit biaya yang harus digelontorkan untuk membuat film kisah hidup Eyang Subur. Bahkan Ramdan Alamsyah selaku produser mengaku, film tersebut menelan biaya hingga 10 miliar rupiah.
Menurutnya, besar biaya yang dikeluarkan dapat mencerminkan hasil kerja yang diperlihatkan dalam film tersebut. Dana itu diperoleh atas kerjasama dengan beberapa rekan di Australia.
"Disiapkan budget, hitungannya miliar. Maunya, biaya sesuai dengan hasilnya. Kita bekerjasama dengan teman-teman di Australia. Sudah disiapkan budget 10 M," ungkapnya di Kawasan Senayan, Jakarta Selatan, Senin (22/7).
Rencananya film itu akan bersetting di beberapa lokasi seperti Solo, Jombang, Bandung dan Bogor. Diproyeksikan, penggarapan akan memakan waktu selama 25 hari.
"Syutingnya ada di Solo, Bogor, Jombang, dan Bogor juga. Produksi akan memakan waktu sekitar 14 sampai 25 hari," paparnya lagi.
Menjadi tantangan tersendiri, saat proses syuting para kru harus bekerja keras membuat suasana kembali ke era 90-an. Diantaranya, peristiwa kebakaran yang dialami Eyang Subur pada tahun 1991 silam.
"Di Jakarta yang PR, karena diangkat tahun 78-91. Setting harus dibuat karena saya ingin yang riil. Kebakaran, kepanikan di dalamnya supaya lebih riil," jelasnya.
sumber
Menurutnya, besar biaya yang dikeluarkan dapat mencerminkan hasil kerja yang diperlihatkan dalam film tersebut. Dana itu diperoleh atas kerjasama dengan beberapa rekan di Australia.
"Disiapkan budget, hitungannya miliar. Maunya, biaya sesuai dengan hasilnya. Kita bekerjasama dengan teman-teman di Australia. Sudah disiapkan budget 10 M," ungkapnya di Kawasan Senayan, Jakarta Selatan, Senin (22/7).
Rencananya film itu akan bersetting di beberapa lokasi seperti Solo, Jombang, Bandung dan Bogor. Diproyeksikan, penggarapan akan memakan waktu selama 25 hari.
"Syutingnya ada di Solo, Bogor, Jombang, dan Bogor juga. Produksi akan memakan waktu sekitar 14 sampai 25 hari," paparnya lagi.
Menjadi tantangan tersendiri, saat proses syuting para kru harus bekerja keras membuat suasana kembali ke era 90-an. Diantaranya, peristiwa kebakaran yang dialami Eyang Subur pada tahun 1991 silam.
"Di Jakarta yang PR, karena diangkat tahun 78-91. Setting harus dibuat karena saya ingin yang riil. Kebakaran, kepanikan di dalamnya supaya lebih riil," jelasnya.
sumber
0 komentar :
Posting Komentar