PELABUHAN TANJUNG PRIOK
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta menyatakan biaya distribusi logistik di Indonesia paling tinggi dibanding negara ASEAN lainnya.
“Tingginya, biaya distribusi logistik beserta persoalan fasilitas infrastruktur hingga pungutan liar yang paling besar berpengaruh pada gejolak harga dipasaran. Bahkan, harga bahan bakar minyak (BBM) sebenarnya tidak terlalu signifikan pada pembentukan harga barang ditingkat ritel,” katanya, Kamis (18/7).
Dikatakanya biaya distribusi logistik di Indonesia mencapai 17% dari biaya produksi.
“Jumlah ini paling tinggi dibanding negara ASEAN lainnya. Malaysia hanya 8%, Filipina sudah di bawah 10% dan Singapura hanya 6%,” ujar Tutum.
Menurut dia, komponen pembentuk harga jual barang ditingkat ritel terbentuk dari komponen biaya di tiga segmen. Diantaranya adalah produsen, distribusi dan ritel. Ditambah gangguan gangguan yang menimbulkan inefisiensi.
Masalah utama yang dihadapi distribusi adalah fasilitas dan infrastruktur yang tidak memadai seperti macet, jalan rusak, BBM langka, antrian BBM hingga pungutan ilegal serta kepastian ketersediaan energi.
Kondisi itu berimbas pada kondisi harga ditingkat pasar dimana sebelumnya ditimbulkan oleh inefisiensi distribusi di Indonesia.
Tutum mencontohkan tingginya distribusi tinggi adalah biaya kapal kargo pengiriman. Biaya pengiriman kargo dari Shanghai, China menuju Jakarta hanya Rp5 juta untuk satu kali kirim. Sementara, biaya kargo dari Palopo ke Jakarta mencapai Rp10,8 juta, harga kargo lebih mahal lagi yakni dari Sorong-Jakarta yang mencapai Rp17 juta.
“Sebenarnya, jika pemerintah mau, tugasnya hanya berikan fasilitas dan infrastruktur yang baik tanpa pungutan pungutan liar, maka distribusi logistik lancar dimana gejolak harga barang akan mudah diatasi,” tambahnya.
sumber
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta menyatakan biaya distribusi logistik di Indonesia paling tinggi dibanding negara ASEAN lainnya.
“Tingginya, biaya distribusi logistik beserta persoalan fasilitas infrastruktur hingga pungutan liar yang paling besar berpengaruh pada gejolak harga dipasaran. Bahkan, harga bahan bakar minyak (BBM) sebenarnya tidak terlalu signifikan pada pembentukan harga barang ditingkat ritel,” katanya, Kamis (18/7).
Dikatakanya biaya distribusi logistik di Indonesia mencapai 17% dari biaya produksi.
“Jumlah ini paling tinggi dibanding negara ASEAN lainnya. Malaysia hanya 8%, Filipina sudah di bawah 10% dan Singapura hanya 6%,” ujar Tutum.
Menurut dia, komponen pembentuk harga jual barang ditingkat ritel terbentuk dari komponen biaya di tiga segmen. Diantaranya adalah produsen, distribusi dan ritel. Ditambah gangguan gangguan yang menimbulkan inefisiensi.
Masalah utama yang dihadapi distribusi adalah fasilitas dan infrastruktur yang tidak memadai seperti macet, jalan rusak, BBM langka, antrian BBM hingga pungutan ilegal serta kepastian ketersediaan energi.
Kondisi itu berimbas pada kondisi harga ditingkat pasar dimana sebelumnya ditimbulkan oleh inefisiensi distribusi di Indonesia.
Tutum mencontohkan tingginya distribusi tinggi adalah biaya kapal kargo pengiriman. Biaya pengiriman kargo dari Shanghai, China menuju Jakarta hanya Rp5 juta untuk satu kali kirim. Sementara, biaya kargo dari Palopo ke Jakarta mencapai Rp10,8 juta, harga kargo lebih mahal lagi yakni dari Sorong-Jakarta yang mencapai Rp17 juta.
“Sebenarnya, jika pemerintah mau, tugasnya hanya berikan fasilitas dan infrastruktur yang baik tanpa pungutan pungutan liar, maka distribusi logistik lancar dimana gejolak harga barang akan mudah diatasi,” tambahnya.
sumber
0 komentar :
Posting Komentar