Peneliti Indonesia
mengidentifikasi dua spesies katak baru yang dinamai Leptobrachium ingeri danLeptobrachium kanowitense dalam
penelitian yang dilakukan di Belitung (Indonesia) dan Sarawak (Malaysia) mulai
tahun 2008 sampai 2012.
Hasil penelitian Amir Hamidy dari Museum Zoologicum Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), bersama koleganya dari Kyoto University, Universiti Kebangsaan Malaysia, dan University of Malaya tersebut dipublikasikan dalam jurnal Zootaxa tanggal 24 Juli lalu.
Dalam surelnya kepada ANTARA di Jakarta, Jumat, Amir yang sedang belajar di Kyoto University mengatakan, L. ingeri teridentifikasi dalam penelitian di Belitung dan daerah pesisir Sarawak sementaraL. kanowitense di bagian daratan Sarawak.
"Kata 'ingeri' pada L. ingeri merupakan nama yang saya dedikasikan untuk Prof. Dr. Robert F. Inger dari Field Museum Chicago. Beliau adalah pakar herpetology di Asia Tenggara, terutama Pulau Borneo," kata Amir, penulis utama hasil studi tersebut.
Sedang kata "kanowitense" pada L. kanowitense dipilih mengacu pada Kota Kanowit di Sarawak, dimana L. kanowitense ditemukan, tambahnya.
Ia menjelaskan, karakter gen kedua spesies baru itu berbeda dengan spesies katak yang lain. Pada katak, jarak genetik minimal tiga persen sudah bisa dikatakan berbeda spesies.
"Kami melihat jarak genetik antara katak jenis L. nigrops, L.ingeri dan L. kanowitense sangat besar, lebih dari sembilan persen," kata dia.
Secara morfologi, lanjut dia, jenis katak baru itu juga punya bentuk ujung jari tangan dan kaki, posisi selaput di kaki, dan warna tympanum (bagian telinga), serta warna ventral yang khas.
Amir menjelaskan pula bahwa dari karakter Deoxyribonucleic acid (DNA) bisa diketahui bahwa L. ingeri,L. kanowitense, dan L. nigrops (bukan jenis baru) dahulunya satu nenek moyang.
"Karena perubahan iklim dan perubahan permukaaan air laut pada masa silam, beberapa pulau seperti Borneo, Sumatra dan yang lainnya terpisah dari Asia daratan. Saat pemisahaan itu terjadi isolasi populasi nenek moyang masing-masing jenis tersebut. Setelah terpisah masing-masing jenis berevolusi menjadi jenis yang sekarang," katanya.
Dalam jurnal Zootaxa para peneliti menyebutkan, nenek moyang L. kanowitense tampaknya telah menginvasi Pulau Borneo jauh lebih awal dibandingkan dengan moyang L. ingeri, yang penyebarannya terjadi selama periode glasial Pleistosen.
Menurut Amir, saat ini L. ingeri menghuni daerah Belitung dan pesisir Sarawak dan L. kanowitense hidup di Kota Kanowit, Sarawak. Sementara L. nigrops bisa ditemukan di Semenanjung Malaya, Sarawak dan pantai timur Sumatra (Riau).
Namun peneliti belum tahu pasti populasi jenis-jenis katak itu dan apakah jenis katak baru itu endemis di daerah tersebut.
Hasil penelitian Amir Hamidy dari Museum Zoologicum Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), bersama koleganya dari Kyoto University, Universiti Kebangsaan Malaysia, dan University of Malaya tersebut dipublikasikan dalam jurnal Zootaxa tanggal 24 Juli lalu.
Dalam surelnya kepada ANTARA di Jakarta, Jumat, Amir yang sedang belajar di Kyoto University mengatakan, L. ingeri teridentifikasi dalam penelitian di Belitung dan daerah pesisir Sarawak sementaraL. kanowitense di bagian daratan Sarawak.
"Kata 'ingeri' pada L. ingeri merupakan nama yang saya dedikasikan untuk Prof. Dr. Robert F. Inger dari Field Museum Chicago. Beliau adalah pakar herpetology di Asia Tenggara, terutama Pulau Borneo," kata Amir, penulis utama hasil studi tersebut.
Sedang kata "kanowitense" pada L. kanowitense dipilih mengacu pada Kota Kanowit di Sarawak, dimana L. kanowitense ditemukan, tambahnya.
Ia menjelaskan, karakter gen kedua spesies baru itu berbeda dengan spesies katak yang lain. Pada katak, jarak genetik minimal tiga persen sudah bisa dikatakan berbeda spesies.
"Kami melihat jarak genetik antara katak jenis L. nigrops, L.ingeri dan L. kanowitense sangat besar, lebih dari sembilan persen," kata dia.
Secara morfologi, lanjut dia, jenis katak baru itu juga punya bentuk ujung jari tangan dan kaki, posisi selaput di kaki, dan warna tympanum (bagian telinga), serta warna ventral yang khas.
Amir menjelaskan pula bahwa dari karakter Deoxyribonucleic acid (DNA) bisa diketahui bahwa L. ingeri,L. kanowitense, dan L. nigrops (bukan jenis baru) dahulunya satu nenek moyang.
"Karena perubahan iklim dan perubahan permukaaan air laut pada masa silam, beberapa pulau seperti Borneo, Sumatra dan yang lainnya terpisah dari Asia daratan. Saat pemisahaan itu terjadi isolasi populasi nenek moyang masing-masing jenis tersebut. Setelah terpisah masing-masing jenis berevolusi menjadi jenis yang sekarang," katanya.
Dalam jurnal Zootaxa para peneliti menyebutkan, nenek moyang L. kanowitense tampaknya telah menginvasi Pulau Borneo jauh lebih awal dibandingkan dengan moyang L. ingeri, yang penyebarannya terjadi selama periode glasial Pleistosen.
Menurut Amir, saat ini L. ingeri menghuni daerah Belitung dan pesisir Sarawak dan L. kanowitense hidup di Kota Kanowit, Sarawak. Sementara L. nigrops bisa ditemukan di Semenanjung Malaya, Sarawak dan pantai timur Sumatra (Riau).
Namun peneliti belum tahu pasti populasi jenis-jenis katak itu dan apakah jenis katak baru itu endemis di daerah tersebut.
0 komentar :
Posting Komentar