Bubar atau ambruknya satu mata uang, bukan tanpa risiko. Berikut ini adalah risiko-risiko jika Yunani keluar atau jika euro retak. Salah satunya adalah kekacauan besar dalam sistem keuangan global.
Risiko itu dikatakan jauh lebih lebih besar ketimbang manfaat, sebagaimana dianalisis oleh sebuah bank besar Swiss, UBS sekitar Maret lalu, dan diberitakan di situs Forbes edisi 11 Maret 2011 lalu.
Biaya per orang akibat kekacauan ekonomi itu adalah 9,5 euro hingga 11,5 euro pada tahun pertama, jika euro bubar. Pada tahun-tahun berikutnya beban biaya adalah antara 4,2 euro hingga 5,6 euro per
orang. Terlihat kecil tetapi beban ini akan dirasakan lebih besar oleh warga kelas bawah.
Kerugian ini adalah buntut dari ambruknya sistem perbankan, gagalnya pembayaran utang, dan kekacuan besar di pasar uang dan pasar modal.
Kerugian juga merupakan buntut dari devaluasi massal yang akan menimpa sejumlah negara. Sejumlah korporasi juga mengalami kebangkrutan massal, serta akan terjadi penurunan volume perdagangan sekitar 50 persen.
Ini belum termasuk kepanikan warga, para penabung yang akan turut panik. Dampak lanjutan ada aksi huru-hara sebagai banyak terjadi di berbagai negara yang mengalami krisis ekonomi sebelumnya.
Hal seperti ini sudah pernah terjadi, termasuk di Indonesia. Dampak bagi Jerman, negara terkuat Uni Eropa mungkin tidak besar tetapi tetap bisa goyah juga. Inilah dampak dari akumulasi ketidakseimbangan yang dialami Uni Eropa, khususnya zona euro selama bertahun-tahun silam.
Salah satu ketidakseimbangan itu adalah tumpukan utang besar. Kebijakan moneter Uni Eropa juga mengalami disfungsi. Ini menakutkan para politisi Uni Eropa. Namun UBS juga mengatakan bahwa di balik keambrukan akan ada juga potensi kebangkitan.
"Politisi pada umumnya kurang mengapresiasi efek positif yang mungkin muncul dari sebuah kehancuran," demikian pernyataan UBS.
Optimis apakah itu akan terjadi? "Tak ada pernyataan tertulis soal ini, tetapi banyak pihak sudah dengan jelas-jelas membicarakannya secara terbuka," kata Guntram B Wolff, Deputi Direktur Bruegel, sebuah perusahaan riset di Brussels, belgia sebagaimana dikutip harian The New York Times, edisi 8 Mei.
"Biaya politik dengan meninggalkan euro juga lebih besar ketimbang biaya ekonomi," kata Almut Moller, seorang analis Eropa di German Council on Foreign Relations.
"Dam dam bendungan tampaknya akan jebol. Adakah pihak yang optimis bahwa kejatuhan euro tidak akan buruk seandainya itu terjadi? Ada juga pihak yang optimis. Saya kira keluarnya Yunani dari euro tidak akan berdampak terlalu buruk," kata ekonomi AS, Nouriel Roubini, yang juga mengatakan bahwa sebaiknya Yunani meninggalkan euro.
Roubini adalah salah satu ekonom yang memprediksikan resesi ekonomi AS tahun 2008. Presiden Fitch Ratings, Paul Taylor, juga mengatakan bahwa, "Kepergian Yunani euro bukan berarti otomatis kejatuhan total bagi euro."
0 komentar :
Posting Komentar