Pekerja Migran Indonesia Bergaji Rp 1 Miliar Per Tahun
Belasan warga Indonesia sekarang ikut menikmati boom di bidang pertambangan di Australia. Kurangnya tenaga ahli dan juga banyaknya lapangan pekerjaan membuat mereka meninggalkan pekerjaan yang sama di Indonesia.
Di salah satu perusahaan tambang Oz Minerals, saat ini terdapat sedikitnya tujuh WNI, ada yang sudah datang empat tahun lalu, ada juga yang baru beberapa pekan yang lalu. Hampir semua dari mereka tinggal di Adelaide, dan sementara lokasi pertambangan berjarak 650 kilometer ke arah Darwin.
Di perusahaan minyak Santos juga terdapat 7 WNI yang bekerja di Adelaide saja. Kondisi kerja yang lebih baik dan tentu saja, gaji yang lebih besar menjadi daya tarik utama. Bagi warga Australia saja, boom mineral ini juga menyebabkan banyak orang memutuskan pindah pekerjaan dan lokasi, karena tawaran gaji yang lebih baik. Dengan rata-rata gaji di Australia sekitar 65 ribu dollar per tahun, di pertambangan, gaji seorang supir truk misalnya bisa mencapai 120 ribu dollar per tahun (lebih dari Rp 1,2 miliar).
Dengan kemajuan teknologi, kepindahan mereka ke Australia tidaklah susah. "Saya mencari kerja lewat internet. Dulu saya lihat ada lowongan kerja di seek.com, saya hubungi mereka, lalu diwawancarai lewat telepon dan skype, lalu diterima." kata Nur Muhamad yang sudah bekerja di Oz Minerals sejak tahun 2009 kepada koresponden Kompas di Australia, L. Sastra Wijaya.
Nur sebelumnya bekerja di pertambangan Newmont di Nusa Tenggara Barat, selama hampir 10 tahun dan kemudian pindah ke Laos selama enam bulan. "Di Laos, saya tidak kerasan, karena lokasinya jauh dari kota, empat jam perjalanan darat." tambah Nur.
Di Oz Minerals, Nur sekarang tiap minggu terbang dari Adelaide ke Prominent Hill, lokasi pertambangan menggunakan pesawat charteran. "Saya bekerja sebagai processed engineer, bertanggung jawab di bagian produksi. Di sini, sistem kerjanya adalah 8/6, delapan hari kerja, enam hari libur," ujar bapak dari dua anak tersebut.
"Saya beruntung ketika pindah dulu, Oz Minerals memerlukan orang yang sudah berpengalaman beberapa tahun. Ketika itu, Australia memang kekurangan karyawan yang berpengalaman ketika boom mineral mulai lagi karena besarnya permintaan dari Cina." kata lulusan D3 Politeknik Negeri Bandung tersebut.
Kalau Nur Muhamad sudah hampir lima tahun, Asep Wahyudin, sarjana geologi dari Universitas Padjadjaran Bandung baru empat bulan sampai di Adelaide. "Saya dapat informasi dari istri teman, jadi dari mulut ke mulutlah.
Prosesnya juga tidak terlalu lama, karena memang mereka butuh orang di sini." kata Asep yang juga bekerja di Oz Minerals. Sebelumnya Asep bekerja di pertambangan Newcrest di Pulau Halmahera. Pertambangan itu juga dimiliki oleh Australia, sehingga proses kepindahan tidaklah sangat mengejutkan dari segi pekerjaan maupun budaya.
"Di sini sistem kerjanya lebih baik, orang dilihat berdasarkan kemampuan kerja. Kalau di Indonesia, kalau mereka bule atau expat, maka dianggap luar biasa hebat. Di sini, lebih setara," kata Asep yang bekerja di bagian geoteknik, dengan tugas mendesain platform untuk melakukan penggalian di bawah tanah. Oz Minerals memproduksi tembaga, emas dan perak.
Berapa gaji mereka di Australia? "Sekitar 150 ribu dollar per tahun sebelum pajak." kata Nur Muhamad.
0 komentar :
Posting Komentar