Penamaan kapal perang Indonesia, KRI Usman Harun, mengundang protes dari Singapura. Menurut seorang Menteri Singapura, nama tersebut adalah pelaku pengeboman yang melakukan tindakan pengecut di masa perang.
Pejabat Sementara Menteri Sumber Daya Manusia Singapura Tan Chuan-Jin mem-posting tulisan mengenai pendapatnya tentang penamaan KRI Usman Harun. Nama tersebut berasal dari prajurit Marinir AL, Usman Haji Mohamad Ali dan Harun Said.
Keduanya adalah pelaku peledakan dari MacDonald House di Orchard Road pada 1965. Peledakan itu terjadi ketika masa Konfrontasi Indonesia dengan Malaysia, dan Singapura pada saat itu masih menjadi bagian dari Malaysia.
Tan Chuan-Jin dalam akun Facebook miliknya pada Jumat 8 Februari 2014 lalu menulis mengenai peristiwa peledakan tersebut. Tan menyebut peristiwa 10 Maret 1965 pantas untuk diingat kembali oleh rakyat Singapura.
"Saat itu, Marinir Indonesia Harun Said dan Usman Hj Mohamad Ali meletakkan serta meledakan sebuah bom di MacDonald House, menewaskan tiga warga Singapura dan melukai 33 lain. Insiden ini terjadi saat masa Konfrontasi, ketika (Presiden) Sukarno melakukan penolakan terhadap pembentukan Malaysia dengan memicu ketegangan ras dan mengincar instalasi penting melalui peledakan bom," tulis Tan dalam akun Facebook miliknya.
"Saya mengetahui peristiwa itu sejak kecil, karena ayah saya bekerja di Metal Box dan kantornya berada di MacDonald House. Ayah mengatakan dirinya tidak pernah mengambil cuti, tetapi pada hari itu dirinya tidak masuk kantor. Ketika mendengar berita tersebut, ayah terguncang sekaligus lega karena bom meledak di tempat di mana dirinya biasa berada," lanjut Tan.
Tan menceritakan bahwa kedua Marinir Indonesia itu kemudian tertangkap, diadili, dan dieksekusi. Ekseskusi yang terjadi pada 17 Oktober 1968 tersebut memicu protes di depan Kedubes Singapura di Jakarta.
Kemudian pada 1973 mantan Perdana Menteri Lee Kuan Yew mengunjungi makam dua marinir tersebut. Menurut Tan hal tersebut sebagai bentuk rekonsiliasi yang membuka lembaran baru dari hubungan kedua negara.
Sebagai seorang politisi yang dahulu memiliki karir sebagai seorang militer, Tan sempat pula ditugaskan ke Indonesia. "Saya memiliki banyak teman di militer Indonesia dan bekerja dengan mereka ketika melakukan misi kemanusiaan di Aceh," tulisnya.
"Tetapi kini, Angkatan Laut Indonesia memberi nama kapal perang mereka dengan KRI Usman Harun untuk menghormati keduanya (pelaku peledakan MacDonald House)," jelasnya.
"Adalah sebuah keharusan untuk mengingat pahlawan dalam masa perang kemerdekaan atau mereka yang telah membangun negara. Tetapi hal tersebut berbeda ketika kalian menghormati mereka yang bertindak brutal dan pengecut. Tidak ada hal heroik dalam hal tersebut," tegas Tan dalam Tulisannya.
Tan menuliskan bahwa Indonesia mempunyai hak untuk menamai kapal perang mereka. Tetapi dirinya memberikan peringatan mengenai sikap Indonesia tersebut, yang dianggap tidak menghormati pihak lain.
"Sebagai negara tetangga dan sahabat, kita bisa dan harus memaafkan. Tetapi dengan memberi nama kapal ini, pesannya jelas. Kita seharusnya tidak boleh lupa," tutup Tan.
sumber
Pejabat Sementara Menteri Sumber Daya Manusia Singapura Tan Chuan-Jin mem-posting tulisan mengenai pendapatnya tentang penamaan KRI Usman Harun. Nama tersebut berasal dari prajurit Marinir AL, Usman Haji Mohamad Ali dan Harun Said.
Keduanya adalah pelaku peledakan dari MacDonald House di Orchard Road pada 1965. Peledakan itu terjadi ketika masa Konfrontasi Indonesia dengan Malaysia, dan Singapura pada saat itu masih menjadi bagian dari Malaysia.
Tan Chuan-Jin dalam akun Facebook miliknya pada Jumat 8 Februari 2014 lalu menulis mengenai peristiwa peledakan tersebut. Tan menyebut peristiwa 10 Maret 1965 pantas untuk diingat kembali oleh rakyat Singapura.
"Saat itu, Marinir Indonesia Harun Said dan Usman Hj Mohamad Ali meletakkan serta meledakan sebuah bom di MacDonald House, menewaskan tiga warga Singapura dan melukai 33 lain. Insiden ini terjadi saat masa Konfrontasi, ketika (Presiden) Sukarno melakukan penolakan terhadap pembentukan Malaysia dengan memicu ketegangan ras dan mengincar instalasi penting melalui peledakan bom," tulis Tan dalam akun Facebook miliknya.
"Saya mengetahui peristiwa itu sejak kecil, karena ayah saya bekerja di Metal Box dan kantornya berada di MacDonald House. Ayah mengatakan dirinya tidak pernah mengambil cuti, tetapi pada hari itu dirinya tidak masuk kantor. Ketika mendengar berita tersebut, ayah terguncang sekaligus lega karena bom meledak di tempat di mana dirinya biasa berada," lanjut Tan.
Tan menceritakan bahwa kedua Marinir Indonesia itu kemudian tertangkap, diadili, dan dieksekusi. Ekseskusi yang terjadi pada 17 Oktober 1968 tersebut memicu protes di depan Kedubes Singapura di Jakarta.
Kemudian pada 1973 mantan Perdana Menteri Lee Kuan Yew mengunjungi makam dua marinir tersebut. Menurut Tan hal tersebut sebagai bentuk rekonsiliasi yang membuka lembaran baru dari hubungan kedua negara.
Sebagai seorang politisi yang dahulu memiliki karir sebagai seorang militer, Tan sempat pula ditugaskan ke Indonesia. "Saya memiliki banyak teman di militer Indonesia dan bekerja dengan mereka ketika melakukan misi kemanusiaan di Aceh," tulisnya.
"Tetapi kini, Angkatan Laut Indonesia memberi nama kapal perang mereka dengan KRI Usman Harun untuk menghormati keduanya (pelaku peledakan MacDonald House)," jelasnya.
"Adalah sebuah keharusan untuk mengingat pahlawan dalam masa perang kemerdekaan atau mereka yang telah membangun negara. Tetapi hal tersebut berbeda ketika kalian menghormati mereka yang bertindak brutal dan pengecut. Tidak ada hal heroik dalam hal tersebut," tegas Tan dalam Tulisannya.
Tan menuliskan bahwa Indonesia mempunyai hak untuk menamai kapal perang mereka. Tetapi dirinya memberikan peringatan mengenai sikap Indonesia tersebut, yang dianggap tidak menghormati pihak lain.
"Sebagai negara tetangga dan sahabat, kita bisa dan harus memaafkan. Tetapi dengan memberi nama kapal ini, pesannya jelas. Kita seharusnya tidak boleh lupa," tutup Tan.
sumber
0 komentar :
Posting Komentar