London Film Festival 2012, yang menampilkan film terbaik dari berbagai negara ternyata juga menghadirkan film klasik Indonesia berjudul ‘Lewat Djam Malam’. Film arahan sutradara Usmar Ismail yang diproduksi pada tahun 1954 ini digemari oleh para penonton di Inggris dalam London Film Festival ke-56, yang diadakan oleh British Film Institute (BFI) di Southbank, London, Jumat lalu (19/10) waktu setempat.
Setelah melalui proses restorasi selama 1,5 tahun di Italia, ‘Lewat Djam Malam’ berhasil dinikmati oleh sebanyak 100 penggemar film di London. Film ini telah direstorasi dan dibiayai oleh National Museum of Singapore dan World Cinema Foundation. Biaya restorasi film itu, mencapai 200.000 dollar Singapura atau kira-kira Rp 1,4 miliar.
“Proses restorasi film Lewat Djam Malam, yang dalam bahasa Inggris ‘After the Curfew‘, sangat bagus, apalagi menelan biaya yang tidak sedikit,” ujar Prof Matthew Isaac Cohen dari Royal Holloway, University of London.
Film yang diperankan oleh AN Alcaff dan Netty Herawati ini pernah sukses meraih penghargaan bersama sebagai Film Terbaik FFI 1955 bersama dengan film Tarmina. Sementara itu pemainnya, AN Alcaff juga berhasil terpilih sebagai aktor terbaik dalam ajang yang sama.
Menurut Cohen, Usmar Ismail itu belajar tentang film di AS, yang menjadi kiblat dalam industri film dunia, sehingga tidak heran film karyanya sangat menyentuh.
Istri Cohen, Aviva Kartiningsih, mengatakan bahwa film Lewat Jam Malam, yang diputar hanya sekali di Southbank, London ini lebih bagus ketimbang waktu ditayangkan di televisi di Tanah Air pada 1980-an.
“Saya ingat dulu waktu film itu diputar masih banyak garis-garis,” ujar Aviva.
Setelah direstorasi, film karya Bapak Perfilman Indonesia itu juga sempat diputar di bioskop di Jakarta dan Bandung pada Juni 2012. Sebelumnya, film tersebut juga diputar di NMS dan sesi Cannes Classics dalam Festival Film Cannes, Perancis, pada Mei 2012.
Naskah cerita dan skenario film ini ditulis oleh Asrul Sani, yang di kemudian hari dikenal sebagai sutradara film dan sastrawan besar. Latar kisahnya mengambil lokasi di Bandung, sepuluh tahun setelah Indonesia mengumumkan kemerdekaan. Ketika itu, situasi sosial dan politik masih tidak menentu dan tentara memberlakukan aturan jam malam.
0 komentar :
Posting Komentar