Bank Indonesia (BI) mencatatkan Utang Luar Negeri Indonesia (ULN) hingga Juli 2013 sebesar USD259,54 miliar. Utang ini terdiri dari utang luar negeri swasta sebesar USD133,97 miliar dan utang pemerintah USD125,6 miliar. Lalu bagaimana perbandingan utang pada 1998 dan 2013?
Direktur Eksekutif Departemen Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia (BI), Dody Budi Waluyo, mengatakan bahwa pada 1998 dari sisi statistik utang luar negeri lebih lemah dari 2013.
"Tapi yang jelas dari sisi statistik utang kita itu lemah karena pada saat itu kewajiban pelaporan lalu lintas devisa belum ada, sehingga bisa saja pada saat itu statistiknya ULN kita rendah artinya kita anggap aman," ungkap Dodi di Gedung Bank Indonesia (BI), Jakarta, Selasa (24/9/2013).
"Amannya, karena memang kita belum meng-cover semua utang luar negeri, hanya relatif diambil dari bank saja yang kita terima karena pelaporan mereka dari laporan bulanan bank," tambahnya.
Namun, pada krisis yang terjadi 1998, Dodi menjelaskan, utang luar negeri menjadi tidak tercover, karena pada saat itu tidak ada pencatatan yang bagus dibanding sekarang.
"Kemudian terjadi krisis tiba-tiba, kita tahu bahwa utang luar negeri swasta kita meningkat. Bukan hanya meningkat tapi benar-benar enggak ter-cover. Ada pencatatannya tapi enggak sebagus sekarang, pencatatan hanya yang bank, yang di corporate itu tidak," jelasnya.
Menurut Dodi dari segi akurasi statistik, saat ini jauh lebih baik dibanding 1998. "Kemudian dari sisi kewajiban, sekarang ini ada kewajiban bahwa bank itu dibatasi peminjaman ULN-nya sebesar 30 persen dari modalnya dia, jadi relatif terjaga dari pada yang lalu," tandasnya.
sumber
Direktur Eksekutif Departemen Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia (BI), Dody Budi Waluyo, mengatakan bahwa pada 1998 dari sisi statistik utang luar negeri lebih lemah dari 2013.
"Tapi yang jelas dari sisi statistik utang kita itu lemah karena pada saat itu kewajiban pelaporan lalu lintas devisa belum ada, sehingga bisa saja pada saat itu statistiknya ULN kita rendah artinya kita anggap aman," ungkap Dodi di Gedung Bank Indonesia (BI), Jakarta, Selasa (24/9/2013).
"Amannya, karena memang kita belum meng-cover semua utang luar negeri, hanya relatif diambil dari bank saja yang kita terima karena pelaporan mereka dari laporan bulanan bank," tambahnya.
Namun, pada krisis yang terjadi 1998, Dodi menjelaskan, utang luar negeri menjadi tidak tercover, karena pada saat itu tidak ada pencatatan yang bagus dibanding sekarang.
"Kemudian terjadi krisis tiba-tiba, kita tahu bahwa utang luar negeri swasta kita meningkat. Bukan hanya meningkat tapi benar-benar enggak ter-cover. Ada pencatatannya tapi enggak sebagus sekarang, pencatatan hanya yang bank, yang di corporate itu tidak," jelasnya.
Menurut Dodi dari segi akurasi statistik, saat ini jauh lebih baik dibanding 1998. "Kemudian dari sisi kewajiban, sekarang ini ada kewajiban bahwa bank itu dibatasi peminjaman ULN-nya sebesar 30 persen dari modalnya dia, jadi relatif terjaga dari pada yang lalu," tandasnya.
sumber
0 komentar :
Posting Komentar